Laporan UNICEF Agustus 2021: Towards a child-focused Covid-19 response and recovery: Acall to action Sejak Maret 2020, melaporkan bahwa lebih dari setengah juta pusat layanan anak usia dini, sekolah, dan universitas tutup dan beralih ke pembelajaran jarak jauh. Kebijakan ini mempengaruhi lebih dari 60 juta anak. Keputusan untuk membuka kembali sekolah diserahkan kepada pemerintah daerah dan sebagian besar sekolah masih belum memulai kembali pembelajaran tatap muka. Sebagian besar sekolah telah atau akan dibuka menggunakan model pembelajaran campuran, yang menggabungkan pembelajaran tatap muka dan jarak jauh.
COVID-19 telah menyebabkan gangguan luar biasa terhadap pembelajaran di Indonesia. Tujuh puluh persen orang tua menyatakan kekhawatiran tentang hilangnya pembelajaran selama pandemi. Bahkan sebelum pandemi datang, Indonesia telah menghadapi tantangan pembelajaran yang serius karena 70 persen siswa berusia 15 tahun tidak dapat mencapai kemahiran minimum dalam kemampuan membaca dan matematika. Model simulasi Bank Dunia memprediksi bahwa penutupan sekolah di Indonesia dapat menyebabkan penurunan skor PISA untuk kemampuan membaca sebanyak 21 poin
Guru, siswa, dan orang tua menghadapi banyak tantangan dalam pembelajaran jarak jauh. Sebagian besar pembelajaran jarak jauh dilakukan melalui WhatsApp sehingga membatasi interaksi langsung antara guru dan siswa. Rata-rata waktu yang dihabiskan per hari untuk pembelajaran jarak jauh sangat bervariasi, mulai dari 3,5 jam di provinsi DKI Jakarta hingga 2,2 jam di luar pulau Jawa. Rata-rata, siswa sekolah dasar, siswa di daerah perdesaan, dan yang termasuk dalam kelompok berpenghasilan 40 persen terbawah menghabiskan lebih sedikit waktu setiap hari untuk pembelajaran jarak jauh.
Hampir separuh orang tua menyatakan kekhawatiran terkait terbatasnya akses terhadap internet dan perangkat elektronik, serta kurangnya waktu dan kapasitas untuk membantu mengajar anak. Dalam jajak pendapat U-Report yang dilakukan pada 2020, 38 persen remaja menyatakan bahwa tantangan utama yang mereka hadapi dalam pembelajaran jarak jauh adalah kurangnya bimbingan guru. Sementara 31 persen remaja menyebutkan kebosanan sebagai tantangan utama.
Penutupan sekolah meningkatkan risiko putus sekolah, meningkatkan resiko akan praktik-praktik berbahaya di kalangan anak dan remaja. Sejumlah rumah tangga (3,45 persen) melaporkan memiliki setidaknya satu anak putus sekolah, dimana anak dengan disabilitas memiliki risiko paling tinggi. Jumlah aktual angka putus sekolah bahkan diperkirakan jauh lebih tinggi dari ini. Sejumlah rumah tangga lain mengisyaratkan akan menghentikan pendidikan anaknya untuk sementara, sedangkan satu dari lima rumah tangga tidak ingin melanjutkannya.
Sebanyak 7,15 persen rumah tangga melaporkan bahwa setidaknya satu anak mereka telah bekerja dan 2,5 persen di antaranya mulai bekerja sejak pandemi. Persentase remaja (usia 15–19) yang tidak bersekolah, bekerja, atau mengikuti pelatihan cenderung meningkat, dari angka 24 persen sebelum pandemi. Meskipun ketersediaan data resmi terbatas, peningkatan putus sekolah menempatkan anak pada risiko pernikahan dini dan keterlibatan dalam praktik berbahaya dan kegiatan eksploitatif. Pengadilan agama mencatat adanya peningkatan permintaan dispensasi pernikahan sebesar tiga kali lipat, dari 23.126 pada 2019 menjadi 64.211 pada 2020.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah mengadopsi pedoman pembukaan kembali sekolah dengan aman dan mendorong pemerintah daerah untuk memulai pembelajaran tatap muka terbatas. Hal ini merupakan tanggapan untuk menindaklanjuti keprihatinan Presiden Joko Widodo akan “kerugian pembelajaran” yang disampaikan pada Januari 2021. SDIT Miftahul Ulum sebagai salah satu sekolah di kota Depok, berusaha untuk memberikan pelayanan prima guna mempersiapkan pembelajaran tatap muka terbatas.
Hal tersebut dilakukan dengan melengkapi sarana dan prasarana penunjang, seperti penambahan tempat cuci tangan, penyediaan pengukur suhu badan otomatis yang diletakan di setiap pintu masuk dan keluar, penyemprotan disinfektan secara berkala, memastikan semua guru dan tenaga kependidikan sudah divaksin secara lengkap. Pembelajaran tatap muka terbatas ini tentunya dapat dilaksanakan apabila mendapatkan izin dari Dinas Pendidikan Kota Depok. Hal ini menjadi fokus dan komitmen sekolah dalam rangka mendukung pembelajaran tatap muka terbatas guna mengurangi dampak menurunkan kualitas pendidikan dan penurunan kemampuan belajar “learning loss” pada siswa. (Hes50)